Minggu, 31 Agustus 2014

PENENTUAN KADAR Cu2+ DALAM GARAM TEMBAGA


Hari, tanggal              : Jum’at, 30 Mei 2014
Tujuan                       :
a.              Melakukan standarisasi dengan titrasi Iodometri
b.             Menetapkan kadar ion kupri (Cu2+) dalam garam tembaga pada sampel dengan titrasi Iodometri
Prinsip                        :
Ion kupri dalam sampel dalam suasana asam dapat mengoksidasi I- pada KI menjadi I2. I2 yang dibebaskan akan dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Indikator yang digunakan adalah indikator amilum. Larutan amilum apabila bertemu dengan larutan I2 akan membentuk senyawa berwarna biru gelap. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut   :
   Cu2+(aq) + 2I-(aq) →        I2(aq) +  Cu+(aq)
   I2(aq) + 2S2O32-(aq)          →        2I-(aq)    + S4O62-(aq)       +2e
Apabila I2 dalam sampel telah habis, maka warna biru gelap akan berubah menjadi jernih. Sehingga pada saat terjadi perubahan warna larutan menjadi jernih, titrasi dihentikan, dan volume titran dicatat.

Tinjauan pustaka      :
Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan  iodium. Titrasi iodometri termasuk jenis titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa.yang.bersifat.oksidator.seperti.CuSO4.5H2O.
Berbeda dengan titrasi iodimetri yang mereaksikan sampel dengan iodium (langsung), maka pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator
direduksi dengan kalium iodida (KI) berlebihan dan akan menghasilkan iodium (I2) yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium thiosulfat (Na2S2O3). Banyaknya volume Natrium Thiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan banyaknya sampel. Penambahan H2SO4 memberikan suasana asam yang akan membantu pelepasan I2, dan juga didiamkan pada ruang gelap.
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amilum. Amilum tidak mudah larut dalam air serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk kompleks yang sukar larut dalam air bila bereaksi dengan iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi. Penambahan amilum ditambahkan pada saat larutan berwarna kuning pucat dan dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening.
Alat                             :
·               Neraca analitik
·               labu iod
·               gelas beaker
·               buret
·               labu ukur
·               pipet volume
·               pipet tetes.
Bahan                         :
·               Larutan KIO3
·               Aquades
·               indikator amilum 1%
·               larutan natrium tiosulfat
·               H2SO4 4N
·               larutan KI 10%.


Prosedur                    :
A.           Titrasi Standarisasi
1.             Menimbang dengan teliti sejumlah massa KIO3 sesuai perhitungan untuk mendapatkan larutan KIO3 0,1000 N
2.             Melarutkan dengan teliti KIO3 tersebut pada gelas beaker
3.             Memindahkan pada labu takar dengan volume yang sesuai dan tambahkan aquades hingga tanda tera. Mengocok hingga homogen.
4.             Menyiapkan larutan natrium tiosulfat 0,1 N. Mengisi buret ddengan larutan tersebut.
5.             Memipet sebanyak 10,0 mL larutan standar KIO3, meletakkan pada labu iod. Menambahkan 10 mL KI 10% dan 25 mL H2SO4 4N
6.             Menyimpan labu iod dalam ruang gelap selama 10 menit.
7.             Menitrasi dengan larutan natrium tiosulfat hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi warna kuning muda. Menambahkan 1 mL amilum 1% hingga warna biru gelap.
8.             Melakukan titrasi hingga warna biru gelap pada larutan tepat hilang. Mencatat volume titrasi dan hitung konsentrasi larutan natrium tiosulfat.

B.            Titrasi Penetapan Kadar
1.             Mengisi buret dengan larutan natrium tiosulfat yang telah distandarisasi.
2.             Menimbang dengan teliti 3 gram sampel yang sebelumnya telah dihaluskan. Melarutkan dalam aquades hingga volume 250,0 mL.
3.             Memipet 25,0 mL larutan sampel dan pindahkan pada labu iod. Menambahkan 10 mL KI 10% dan 25 mL H2SO4 4N.
4.             Menyimpan labu iod dalam ruang gelap selama 10 menit.
5.             Melakukan titrasi dengan larutan natrium tiosulfat hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi warna kuning muda. Menambahkan 1 mL  amilum 1% .
6.             Melanjutkan titrasi hingga warna gelap pada larutan tepat hilang. Mencatat volume titrasi dan hitung konsentrasi larutan natrium tiosulfat.









C.           Perhitungan                 :
1.             Pembuatan Reagen
a.             250 mL KIO3 0,1000 N
ü   m        N  V  BE
                              0,1000 N  0,250 L
 0,8917 gram
ü   Didapatkan massa KIO3 sebenarnya 0,8909 gram
ü   Konsentrasi KIO3 terstandarisasi
N         
  
  
 0,0999 N
b.             1000 mL Na2SO3.5H2O 0,1 N
ü   m        N  V  BE
 0,1 N  1L
 24,818 gram
2.             Tritasi Standarisasi
ü   Larutan standar primer(1)                KIO3 0,0999 N
ü   Larutan standar sekunder(2)            Na2S2O3 0,1 N
ü   V1  10,0 mL
ü   V2  10,22 mL
ü   V1  N1                    V2  N2
10,0 mL  0,0999 N         10,22 mL  N2
                             N2         0,0977 N
3.             Tritasi Penetapan Kadar
ü   Massa sampel  3,0797 g  3079,7 mg
ü   Volume larutan sampel  250 mL
ü   Volume sampel untuk titrasi  25,00 mL
ü   Volume titran  11,23 mL
ü   Normalitas titran 0,0977 N
ü   Kadar Cu2+     100
  100
                              
                              11,32
Pembahasan              :
Standarisasi larutan Na2S2O3, untuk menentukan konsentrasi larutan standar sekunder. Larutan Na2S2O3 perlu distandarisasi karena konsentrasinya mudah berubah dalam penyimpanan.
Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodida oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, karena penumpukan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Penggunaan indikator amilum pada percobaan ini disebabkan oleh kemampuan amilum menekan dengan mudah iodida pada konsentrasinya < 10-5 M. Penambahan amilum sebaiknya dilakukan pada saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda. Akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna biru pada saat penetesan indikator.
Penentuan kadar Cu melibatkan KI yang terbentuk sebagai agen pereduksi karena mengalami oksidasi dengan melepas iod. Fungsi dari KI adalah penyedia iod. CuSO4 berfungsi sebagai oksidator karena mengoksidasi I- menjadi I2. CuSO4 mengalami reduksi menghasilkan tembaga (I) iodida. I2 berfungsi sebagai agen pengoksidasi pada saat dititrasi karena mengalami reduksi menjadi I- sedangkan Na2S2O3 berfungsi sebagai agen pereduksi karena mengalami oksidasi dan mereduksi iod menjadi iodida.        
Kesimpulan                :
v   Didapatkan konsentrasi Na2S2O3 yang sebenarnya adalah 0,0977 N.
v   Didaptkan kadar Cu dalam sampel 13,32 %.
Daftar pustaka          :
catatankimia.com/catatan/titrasi-iodometri.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar