Minggu, 31 Agustus 2014

PENENTUAN KADAR 〖Ca〗^(2+) DALAM GARAM KALSIUM


Hari, tanggal              : Jumat, 07 Juni 2014
Tujuan                         :
a.              Melakukan standarisasi dengan titrasi Kompleksometri
b.             Menetapkan kadar ion kalsium (Ca2+) dalam garam kalsium pada sampel dengan titrasi Kompleksometri
Prinsip                        :
Ion kalsium (Ca2+) dalam sampel, dapat terikat pada ligan jenis polidentat (contoh : EDTA) membentuk senyawa kompleks, dengan perbandingan 1:1. Indikator yang digunakan adalah indikator metalokromik. Indikator jenis ini mampu berikatan dengan logam seperti ion kalsium dan membentuk senyawa dengan warna berbeda dari apabila indikator tersebut tidak berikatan dengan senyawa apapun. Selektivitas indikator sangat tergantung pada pH. Reaksi pembentukan senyawa kompleks antara ion kalsium dan EDTA adalah sebagai berikut   :
     Ca2+(aq) +          EDTA4-(aq)        →        CaEDTA2-(aq)

     Apabila pada sampel berisi logam ditambahkan indikator metalokromik, maka akan terbentuk senyawa kompleks indikator logam berwarna spesifik (A). Kemudian sampel mengandung logam dititrasi oleh suatu titran berupa larutan polidentat, dan logam pada sampel yang semula berikatan dengan indikator menjadi beralih berikatan dengan larutan ligan polidentat (titran-logam). Apabila logam dalam sampel telah bereaksi semua dengan titran, maka tidak ada logam yang berikatan dengan indikator-logam dan larutan menjadi berwarna sama dengan warna indikator asal (B). Saat terjadi perubahan warna tersebut (A → B), titrasi dihentikan, dan volume titran dicatat.

Tinjauan pustaka      :
·                Reaksi Pembentukan Kompleks
Dalam pelaksaan analisis anorganik kualitatif  banyak digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukkan kompleks. Suatu ion  (atau molekul)  kompleks terdiri dari satu atom ( ion)  pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom  (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan didalam lingkup konsep valensi yang klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah ligan (monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan suatu atom pusat. Pada kebanyakan kasus, bilangan koordinasi adalah 6 (seperti dalam kasus Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr3+, Co3+, Ni2+, Cd2+), kadang-kadang 4 (Cu2+, Cu+, Pt2+), tetapi bilangan-bilangan 2 (Ag+) dan 8 (beberapa ion dari golongan platinum) juga terdapat.
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi , yang masing-masingnya dapat dihuni satu ligan (monodentat). Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah simetris. Jadi, suatu kompleks dengan satu atom pusat dengan bilangan koordinasi 6, terdiri dari ion pusat berada dipusat suatu bujursangkar dan keempat ion menempati keempat sudut bujursangkar ini adalah juga umum.
Ion-ion dan molekul-molekul anorganik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, H2O membentuk ligan monodentat, yaitu satu ion atau molekul menempati salah satu ruang yeng tersedia sekitar ion pusat dalam bulatan koordinasi, tetapi ligan bidentat (seperti ion dipiridil), tridentat dan juga tetradentat dikenal orang. Kompleks yang terdiri dari ligan-ligan polidentat sering disebut sepit (Chelate). Nama ini berasal dari kata Yunani untuk sepit kepiting, yang menggigit suatu objekseperti ligan-ligan polidentat itu ‘menangkap’ ion pusatnya. Pembentukan kompleks sepit dipakai secara ekstensif dalam analisis kimia kuantitatif (titrasi kompleksometri).
Titrasi kompleksometri meliputi reaksi pembentukkan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks tersebut adalah logam dengan EDTA. Demikian juga titrasi dengan merkuro nitrat dan perak sianida juga dikenal sebagai titrasi kompleksometri (Khopkar, 2002).
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titrat dan titran saling mengompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri:
Ag+ + 2CN- → Ag (CN)2
Hg+ + 2Cl-  →  HgCl2
Alat                             :
·               Timbangan analitik
·               Erlenmeyer
·               gelas beker
·               buret
·               labu ukur
·               pipet volume
·               pipet tetes
Bahan                         :
·               Larutan ZnSO
·                aquades
·               indicator EBT
·               buffer ammonia pH 10
·                larutan NaEDTA
Prosedur                    :
A.            Titrasi Standarisasi 
1.             Menimbang dengan teliti sejumlah massa ZnSO, sesuai perhitungan untuk mendapatkan larutan ZnSO, 0,1000 M
2.             Melarutkan dengan zink sulfat tersebut pada gelas beker
3.             Memindahkan  pada labu takar dengan volume yang sesuai dan menambahkan aquades hingga tanda tera , kocok hingga homogen
4.             Menyiapkan larutan NaEDTA 0,1 M , mengisi buret dengan larutan tersebut
5.             Memipet sebanyak 10.0 mL larutan standar zink sulfat , meletakkan pada Erlenmeyer . menambahkan 2,5 mL buffer ammonia pH 10 dan sedikit indicator EBT
6.             Menitrasi larutan dalam Erlenmeyer dengan larutan NaEDTA hingga terjadi perubahan warna larutan . mencatat volume dan menghitung konsentrasi larutan NaEDTA

B.             Titrasi Penetapan Kadar
1.             Mengisi buret dengan larutan standar NaEDTA
2.             Menimbang dengan teliti 2 gram sampel yang sebelumnya telah dihaluskan . melarutkan dalam aquades hingga volume 500,0 mL
3.             Memipet 25,0 mL larutan sampel dan pindahkan pada Erlenmeyer . menambahkan 5 mL buffer ammonia pH 10 , dan sedikit indicator EBT
4.             Menitrasi larutan dalam Erlenmeyer dengan larutan  NaEDTA hingga terjadi perubahan warna larutan . mencatat volume titrasi

C.             Perhitungan                 :
1.             Pembuatan Reagen
a.             250 mL  ZnSO.7HO
ü   m        M  V  BM
                              0,1000 M  0,250 L  287
 7,1750 gram
ü   Didapatkan massa ZnSO4.7H2O sebenarnya 7,1910 gram
ü   Konsentrasi ZnSO4.7H2O terstandarisasi
M         
  
 0,1002 M
b.         1000 mL NaEDTA 0,1 M
ü   m        M  V  BM
 0,1 M  1 L  372,24
 37,224 gram
2.             Tritasi Standarisasi
ü   Larutan standar primer(1)                ZnSO4.7H2O 0,1002 M
ü   Larutan standar sekunder(2)            Na2EDTA 0,1 M
ü   V1  10,00 mL
ü   V2  9,91 mL
ü   V1  M1                   V2  M2
10,00 mL  0,1002 M             9,91 mL  N2
                             M2        0,1011 M

3.             Tritasi Penetapan Kadar
ü   Massa sampel  2,0810 g  2081,0 mg
ü   Volume larutan sampel  500 mL
ü   Volume sampel untuk titrasi  25,00 mL
ü   Volume titran  10,29 mL
ü   Normalitas titran  0,1011 N
ü   Kadar Ca2+    100
  100
                              
                              39,99
Pembahasan              :
Pada praktikum ini dilakukan percobaan titrasi kompleksometri menggunakan pengompleks garam etilen diamin tetra asetat (Na2EDTA). Sampel yang mengandung ion kalsium akan dititrasi dengan larutan Na2EDTA. Penggunaan Na2EDTA dalam percobaan ini dilakukan karena EDTA sebagai garam natrium (Na2H2Y) sendiri merupakan larutan standar primer sehingga tidak perlu distandarisasi lebih lanjut. Kompleks logam dengan menggunakan titran ini mudah larut dalam air dimana titik ekivalennya segera tercapai dalam titrasi. Sebelum melakukan titrasi, dilakukan penambahan buffer natrium hidroksida (NaOH) ke dalam larutan sampel karena warna dari zat kompleks logam-indikator sangat dipengaruhi oleh pH larutan, oleh karena itu penting untuk menggunakan larutan buffer untuk dapat menjaga pH yang dikehendaki selama titrasi. Setelah itu, dilakukan penambahan indikator EBT ke dalam larutan yang kemudian dilakukan titrasi. Indikator EBT digunakan dalam percobaan ini karena indikator ini dapat menitrasi secara langsung ion kalsium (Ca2+) menggunakan indikator EBT ini.
Pada saat penambahan indikator terjadi reaksi antara ion kalsium (Ca2+) dengan indikator EBT, seperti reaksi di bawah ini :
CaCO3 + In3- à CaI-
(ungu)
Kompleks logam-indikator yang terbentuk menghasilkan warna ungu dimana setelah penambahan garam EDTA, ion logam akan bebas dan berikatan dengan Na2EDTA sehingga indikator akan berubah warna dari warna indikator yang membentuk kompleks dengan ion logam ke warna indikator yang bebas dari ion logam. Hal ini disebabkan karena kompleks logam-indikator lebih lemah daripada kompleks logam-EDTA sehingga EDTA yang ditambahkan selama titrasi akan mengikat ion logam bebas. Reaksi yang terjadi antara ion logam, Na2EDTA dan indikator dapat terlihat di bawah ini :
CaI- + Na2EDTA à CaEDTA + I3- + 2Na+

(ungu)                                        (biru)

Kesimpulan                :
v   Didapatkan konsentrasi Na2EDTA sebenarnya adalah 0,1011 M
v   Didapatkan kadar Ca2+ dalam sampel adalah sebesar 39,99%
Daftar pustaka          :
http://itatrie.blogspot.com/2012/10/laporan-kimia-analitik kompleksometri.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar