Senin, 26 November 2012

Ranah 3 Warna


Setelah lulus dari Pondok Madani, Alif Fikri kembali ke kampung halamannya di Maninjau. Dia akan mengikuti ujian persamaan SMA untuk mendapatkan ijazah. Alif belajar dengan keras untuk menghadapi ujian yang waktunya tingga dua bulan lagi. Walaupun akhirnya Alif hanya mendapat nilai rata-rata 6,5 , Dia tidak patah semangat dan akan belajar lebih keras lagi untuk menghadapi UMPTN. Dia ingin masuk Teknik Penerbangan ITB untuk pilihan pertama, yang kedua Hubungan Internasional UNPAD. Semua orang termasuk teman, tetangga dan Randai tidak yakin Alif dapat diterima dan meremehkan. Seorang tamatan pondok yang tidak mempelajari pelajaran umum yang diajarkan di SMA, akan mampu lulus UMPTN. Tapi Alif tidak peduli dan akan membuktikan pada semua orang kalau dia bisa. Dengan dukungan dari kedua orang tua dan keluarga, Alif belajar dengan sungguh-sungguh dan berdoa. Dia melebihkan usaha di atas rata-rata orang lain. Akhirnya pengumuman UMPTN tiba, Alif diterima di Hubungan Internasional UNPAD. Meskipun bukan di ITB, Alif tetap bersyukur dan ini merupakan karunia yang besar dari yang maha kuasa.

Alif berangkat ke Bandung sendiri dengan bekal yang sedikit dan uang yang pas-pasan. Sesampainya di Bandung, Alif mencari tempat kosnya Randai. Untuk sementara Alif akan satu kos dengan Randai, sampai mendapat tempat kos yang cocok. Kebetulan tempat kosnya dekat dengan UNPAD.
Di hari pertama masuk kampus, Alif langsung di suruh lari karena terlambat. Semua mahasiswa baru harus mengikuti OSPEK selama satu minggu. Di hari pertama itu, Alif berkenalan dengan Agam, Wira dan Memet. Kemudian mereka bersahabat dan memberi nama Geng UNO. Hari-hari di kampus baru dijalani dengan penuh semangat meski dengan uang yang pas-pasan. Selain kegiatan di kelas, juga ada kegiatan di luar kelas. Karena tertarik dengan dunia tulis-menulis, Alif bergabung dengan majalah kutub. Dia ingin tulisannya bisa di muat di media lokal maupun nasional. Untuk itu dia minta bantuan Bang Togar yang telah berpengalaman dan tulisannya telah di muat di berbagai media. Namun, tidak mudah berguru dengan Bang Togar. Alif harus membuat artikel lima halaman dalam sehari dan harus menyerahkan artikel ke Bang Togar tepat waktu. Bang Togar sangat teliti dan keras dalam mengajar. Artikel Alif banyak sekali kesalahan dan membenahi sebanyak delapan kali. Hingga jam 9 malam, artikelnya baru betul. Alif pulang ke kosnya dengan kesal dan kapok berguru dengan Bang Togar.Majalah kutub telah terbit dan di dalamnya ada artikel Alif. Betapa senangnya Alif artikelnya dapat masuk ke majalah sekolah.
Alif kirim Artikel itu ke Randai, Ayah dan Amaknya. Ayah dan Amaknya sangat senang dan akan ke Bandung untuk mengunjungi Alif. Ketika Alif sedang membeli makan di dapur, tiba-tiba dia mendapatkan telegram dari amaknya kalau Ayahnya sakit dan dia disuruh segera pulang. Keesokan harinya Alif pulang ke Maninjau dengan gelisah. Sesampainya di rumah, Alif langsung di ajak Amaknya ke rumah sakit. Ketika melihat kondisi Ayahnya sangat lemah, ingin rasanya Alif menangis. Seminggu kemudian Ayangnya sudah boleh pulang ke rumah. Setelah kondisi Ayahnya membaik, Alif akan kembali lagi ke Bandung besok. Namun, tiba-tiba saja keadaan Ayahnya kritis, lalu meninggal. Baru saja Alif merasakan kebahagiaan bisa kuliah di UNPAD. Cobaan datang dan Alif berusaha bersabar menerima semuanya dengan ikhlas.
Seminggu kemudian, Alif kembali ke Bandung dengan tidak bersemangat. Semangat telah hilang dalam dirinya, semua nilai kuliah berantakan, hutang disana-sini menumpuk. Alif ingin putus kuliah dan membantu amakya mencari uang. Tentu saja ditolak oleh amaknya. Sesutu yang telah dimulai harus diselesaikan dengan baik, jangan pikirkan biaya. Alif mencoba bangkit dan mulai hidup mandiri. Dia bekerja pulang kuliah sampai larut malam untuk mebiayai kuliah dan hidup di Bandung. Hidup dengan hemat dan makan bubur setengah dengan kuah air. Karena terlalu capek, ketika pulang ke kosnya larut malam, tiba-tiba saja Alif pingsan di depan pintu. Alif divonis terkena tifus. Selama satu bulan lebih penyakit itu menyerangnya. Alif hanya bisa tergoleh lemah di kasur, izin kuliah dan berhutang disana-sini. Alif mencoba bangkit dari mimpi buruknya dan mengambil kertas dalam dompetnya yang berisi tulisan pembangkit semangat man jadda wajada dan man shabara zhafira. Mulai sekarang akan ia lawan penyakit ini, kemudian dia bangkit dan mendatangi Bang Togar untuk berguru agar bisa menulis dengan baik. Dengan penuh semangat ia patuhi semua perintah Bang Togar untuk menulis sebuah artikel yang kemudian akan diperiksa. Walaupun sampai 5 kali Alif memperbaiki tulisannya, dia tetap tidak menyerah. Semangat dan kerja keras membuahkan hasil. Tulisannya akhirnya dimuat di koran. Walaupun gaji pertama hanya 15.000, Alif tidak menyerah dan terus menulis. Dengan semangat yang penuh dan keyakinan yang kuat, hidup Alif mulai berubah nilainya kembali bagus dan tulisannya telah dimuat di berbagai media. Dia sudah bisa mencicil utangnya dan mengirimi amaknya uang.
Malam hari ketika Alif memakai komputer Randai untuk menulis artikel, tiba-tiba komputer Randai error dan tidak bisa dinyalakan. Sejak itu hubungannya dengan Randai kurang baik. Alif memilih pindah kos untuk meredamkan masalah. Sejak saat itu ia bertekat harus memiliki komputer sendiri dan menghindari meminjam.  Ketika dalam perjalanan ke kampus, di dalam bus, Alif bertemu kakak kelasnya yang bernama Asti. Dia bercerita kalau mau ke luar negeri gratis, dapat mengikuti seleksi program pertukaran pemuda antara Indonesia dan Kanada. Alif tertarik dan segera mengambil formulir pendaftaran. Impiannya untuk terbang ke Amerika akan segera terwujud. Ia belajar sungguh-sungguh untuk dapat lolos seleksi. Seleksi pertama lolos, kemudian dilanjutkan dengan tes wawancara dan tes kesehatan. Walaupun agak ketar-ketir menghadapi tes kesehatan, karena kuatir virus tifusnya masih ada. Alif berdoa dan menyerahkan semuanya kepada yang mahakuasa. Pengumuman telah tiba, Alif dinyatakan lolos semua tes dan berhak terbang ke Kanada.
Menjelang keberangkatannya ke Kanada, Alif pamit kepada semua teman, Amak dan kedua Adiknya. Sebelum terbang ke Kanada, semua peserta harus mengikuti sesi pembekalan menjelang keberangkatan ke Kanada yang berisi berbagai pelatihan. Seminggu kemudian peserta akan terbang ke Kanada. Pesawat mendarat di Amman Yordania, negara asing pertama yang dikunjungi Alif. Di sana tidak sengaja dia bertemu dengan Tyson dan Kurdi, kakak kelasnya dulu waktu di PM. Kemudian mereka jalan-jalan dan menikmati pemandangan indah Yordania. Karena kaki Rusdi masih sakit akibat hampir terpeleset ke jurang dan harus diopname selama 3 hari. Jadi, pemberangkatan ke Kanada Tertunda. Setibanya di Kanada, Alif sangat bersyukur dan berterima kasih kepada yang mahakuasa. Mimpinya untuk ke benua Amerika kini terwujud.
Para peserta akan ditugaskan di Quebec selama 6 bulan dan akan bekerja di tempat yang telah ditentukan oleh panitia di Saint Raymond. Peserta terbaik akan mendapatkan Medali. Alif akan bekerja di SRTV, stasiun TV lokal dengan Franc dari Quebec. Mereka akan tinggal sementara dengan orangtua angkatnya Mado dan Ferdinand. Mereka sangat ramah dan baik hati.
Hari pertama bekerja di SRTV, memberikan pengalaman baru bagi Alif. Bisa merasakan kerja di tempat yang sesuai dengan minatnya. Dia bertekat akan memenangkan medali emas dengan berusaha sungguh-sungguh di atas rata-rata orang lain. Dia manfaatkan momen ini untuk menarik minat penonton dengan menghadirkan acara TV yang berbeda. Salah satunya mewawancarai Daniel Janvier tokoh anti separasi. Untuk membahas referendum Quebec dengan Kanada. Tentunya tidak mudah, harus dengan semangat dan keseriusan yang besar. Setelah berhasil mewawancarai Daniel Janvier, SRTV kini nsemakin dikenal dan tidak lagi diremehkan sebagai stasiun kecil.
Menjelang berakhirnya acara pertukaran pemuda antar bangsa, diadakan acara pentas seni dan perpisahan. Acara sungguh meriah dan disambut sangat antusias oleh seluruh penonton. Kemudian pembagian medali kepada peserta terbaik. Dan akhirnya Alif dan Franc mendapatkan medali emas.
Para peserta kembali ke negara masing-masing. Semua kembali seperti semula. Alif meneruskan kuliahnya dan akhirnya berhasil lulus dengan nilai yang baik. masih ingat pepatahnya kan kawan, man jadda wa jaddda, siapa yang berusaha akan berhasil.
oleh : Mita Yurike R.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar