Setelah lulus dari Pondok Madani,
Alif Fikri kembali ke kampung halamannya di Maninjau. Dia akan mengikuti ujian
persamaan SMA untuk mendapatkan ijazah. Alif belajar dengan keras untuk
menghadapi ujian yang waktunya tingga dua bulan lagi. Walaupun akhirnya Alif
hanya mendapat nilai rata-rata 6,5 , Dia tidak patah semangat dan akan belajar
lebih keras lagi untuk menghadapi UMPTN. Dia ingin masuk Teknik Penerbangan ITB
untuk pilihan pertama, yang kedua Hubungan Internasional UNPAD. Semua orang
termasuk teman, tetangga dan Randai tidak yakin Alif dapat diterima dan
meremehkan. Seorang tamatan pondok yang tidak mempelajari pelajaran umum yang
diajarkan di SMA, akan mampu lulus UMPTN. Tapi Alif tidak peduli dan akan
membuktikan pada semua orang kalau dia bisa. Dengan dukungan dari kedua orang
tua dan keluarga, Alif belajar dengan sungguh-sungguh dan berdoa. Dia
melebihkan usaha di atas rata-rata orang lain. Akhirnya pengumuman UMPTN tiba,
Alif diterima di Hubungan Internasional UNPAD. Meskipun bukan di ITB, Alif
tetap bersyukur dan ini merupakan karunia yang besar dari yang maha kuasa.
Alif berangkat ke Bandung sendiri
dengan bekal yang sedikit dan uang yang pas-pasan. Sesampainya di Bandung, Alif
mencari tempat kosnya Randai. Untuk sementara Alif akan satu kos dengan Randai,
sampai mendapat tempat kos yang cocok. Kebetulan tempat kosnya dekat dengan
UNPAD.
Di hari pertama masuk kampus,
Alif langsung di suruh lari karena terlambat. Semua mahasiswa baru harus
mengikuti OSPEK selama satu minggu. Di hari pertama itu, Alif berkenalan dengan
Agam, Wira dan Memet. Kemudian mereka bersahabat dan memberi nama Geng UNO.
Hari-hari di kampus baru dijalani dengan penuh semangat meski dengan uang yang
pas-pasan. Selain kegiatan di kelas, juga ada kegiatan di luar kelas. Karena
tertarik dengan dunia tulis-menulis, Alif bergabung dengan majalah kutub. Dia
ingin tulisannya bisa di muat di media lokal maupun nasional. Untuk itu dia
minta bantuan Bang Togar yang telah berpengalaman dan tulisannya telah di muat
di berbagai media. Namun, tidak mudah berguru dengan Bang Togar. Alif harus
membuat artikel lima halaman dalam sehari dan harus menyerahkan artikel ke Bang
Togar tepat waktu. Bang Togar sangat teliti dan keras dalam mengajar. Artikel
Alif banyak sekali kesalahan dan membenahi sebanyak delapan kali. Hingga jam 9
malam, artikelnya baru betul. Alif pulang ke kosnya dengan kesal dan kapok
berguru dengan Bang Togar.Majalah kutub telah terbit dan di dalamnya ada
artikel Alif. Betapa senangnya Alif artikelnya dapat masuk ke majalah sekolah.
Alif kirim Artikel itu ke Randai,
Ayah dan Amaknya. Ayah dan Amaknya sangat senang dan akan ke Bandung untuk
mengunjungi Alif. Ketika Alif sedang membeli makan di dapur, tiba-tiba dia
mendapatkan telegram dari amaknya kalau Ayahnya sakit dan dia disuruh segera
pulang. Keesokan harinya Alif pulang ke Maninjau dengan gelisah. Sesampainya di
rumah, Alif langsung di ajak Amaknya ke rumah sakit. Ketika melihat kondisi
Ayahnya sangat lemah, ingin rasanya Alif menangis. Seminggu kemudian Ayangnya
sudah boleh pulang ke rumah. Setelah kondisi Ayahnya membaik, Alif akan kembali
lagi ke Bandung besok. Namun, tiba-tiba saja keadaan Ayahnya kritis, lalu
meninggal. Baru saja Alif merasakan kebahagiaan bisa kuliah di UNPAD. Cobaan
datang dan Alif berusaha bersabar menerima semuanya dengan ikhlas.
Seminggu kemudian, Alif kembali
ke Bandung dengan tidak bersemangat. Semangat telah hilang dalam dirinya, semua
nilai kuliah berantakan, hutang disana-sini menumpuk. Alif ingin putus kuliah
dan membantu amakya mencari uang. Tentu saja ditolak oleh amaknya. Sesutu yang
telah dimulai harus diselesaikan dengan baik, jangan pikirkan biaya. Alif
mencoba bangkit dan mulai hidup mandiri. Dia bekerja pulang kuliah sampai larut
malam untuk mebiayai kuliah dan hidup di Bandung. Hidup dengan hemat dan makan
bubur setengah dengan kuah air. Karena terlalu capek, ketika pulang ke kosnya
larut malam, tiba-tiba saja Alif pingsan di depan pintu. Alif divonis terkena
tifus. Selama satu bulan lebih penyakit itu menyerangnya. Alif hanya bisa
tergoleh lemah di kasur, izin kuliah dan berhutang disana-sini. Alif mencoba
bangkit dari mimpi buruknya dan mengambil kertas dalam dompetnya yang berisi
tulisan pembangkit semangat man jadda wajada dan man shabara zhafira. Mulai
sekarang akan ia lawan penyakit ini, kemudian dia bangkit dan mendatangi Bang
Togar untuk berguru agar bisa menulis dengan baik. Dengan penuh semangat ia
patuhi semua perintah Bang Togar untuk menulis sebuah artikel yang kemudian
akan diperiksa. Walaupun sampai 5 kali Alif memperbaiki tulisannya, dia tetap
tidak menyerah. Semangat dan kerja keras membuahkan hasil. Tulisannya akhirnya
dimuat di koran. Walaupun gaji pertama hanya 15.000, Alif tidak menyerah dan
terus menulis. Dengan semangat yang penuh dan keyakinan yang kuat, hidup Alif
mulai berubah nilainya kembali bagus dan tulisannya telah dimuat di berbagai media.
Dia sudah bisa mencicil utangnya dan mengirimi amaknya uang.
Malam hari ketika Alif memakai
komputer Randai untuk menulis artikel, tiba-tiba komputer Randai error dan
tidak bisa dinyalakan. Sejak itu hubungannya dengan Randai kurang baik. Alif
memilih pindah kos untuk meredamkan masalah. Sejak saat itu ia bertekat harus
memiliki komputer sendiri dan menghindari meminjam. Ketika dalam perjalanan ke kampus, di dalam
bus, Alif bertemu kakak kelasnya yang bernama Asti. Dia bercerita kalau mau ke
luar negeri gratis, dapat mengikuti seleksi program pertukaran pemuda antara
Indonesia dan Kanada. Alif tertarik dan segera mengambil formulir pendaftaran.
Impiannya untuk terbang ke Amerika akan segera terwujud. Ia belajar
sungguh-sungguh untuk dapat lolos seleksi. Seleksi pertama lolos, kemudian
dilanjutkan dengan tes wawancara dan tes kesehatan. Walaupun agak ketar-ketir
menghadapi tes kesehatan, karena kuatir virus tifusnya masih ada. Alif berdoa
dan menyerahkan semuanya kepada yang mahakuasa. Pengumuman telah tiba, Alif
dinyatakan lolos semua tes dan berhak terbang ke Kanada.
Menjelang keberangkatannya ke
Kanada, Alif pamit kepada semua teman, Amak dan kedua Adiknya. Sebelum terbang
ke Kanada, semua peserta harus mengikuti sesi pembekalan menjelang keberangkatan
ke Kanada yang berisi berbagai pelatihan. Seminggu kemudian peserta akan
terbang ke Kanada. Pesawat mendarat di Amman Yordania, negara asing pertama
yang dikunjungi Alif. Di sana tidak sengaja dia bertemu dengan Tyson dan Kurdi,
kakak kelasnya dulu waktu di PM. Kemudian mereka jalan-jalan dan menikmati
pemandangan indah Yordania. Karena kaki Rusdi masih sakit akibat hampir
terpeleset ke jurang dan harus diopname selama 3 hari. Jadi, pemberangkatan ke
Kanada Tertunda. Setibanya di Kanada, Alif sangat bersyukur dan berterima kasih
kepada yang mahakuasa. Mimpinya untuk ke benua Amerika kini terwujud.
Para peserta akan ditugaskan di
Quebec selama 6 bulan dan akan bekerja di tempat yang telah ditentukan oleh
panitia di Saint Raymond. Peserta terbaik akan mendapatkan Medali. Alif akan
bekerja di SRTV, stasiun TV lokal dengan Franc dari Quebec. Mereka akan tinggal
sementara dengan orangtua angkatnya Mado dan Ferdinand. Mereka sangat ramah dan
baik hati.
Hari pertama bekerja di SRTV,
memberikan pengalaman baru bagi Alif. Bisa merasakan kerja di tempat yang
sesuai dengan minatnya. Dia bertekat akan memenangkan medali emas dengan
berusaha sungguh-sungguh di atas rata-rata orang lain. Dia manfaatkan momen ini
untuk menarik minat penonton dengan menghadirkan acara TV yang berbeda. Salah
satunya mewawancarai Daniel Janvier tokoh anti separasi. Untuk membahas
referendum Quebec dengan Kanada. Tentunya tidak mudah, harus dengan semangat
dan keseriusan yang besar. Setelah berhasil mewawancarai Daniel Janvier, SRTV
kini nsemakin dikenal dan tidak lagi diremehkan sebagai stasiun kecil.
Menjelang berakhirnya acara
pertukaran pemuda antar bangsa, diadakan acara pentas seni dan perpisahan.
Acara sungguh meriah dan disambut sangat antusias oleh seluruh penonton.
Kemudian pembagian medali kepada peserta terbaik. Dan akhirnya Alif dan Franc
mendapatkan medali emas.
Para peserta kembali ke negara
masing-masing. Semua kembali seperti semula. Alif meneruskan kuliahnya dan
akhirnya berhasil lulus dengan nilai yang baik. masih ingat pepatahnya kan
kawan, man jadda wa jaddda, siapa yang berusaha akan berhasil.
oleh : Mita Yurike R.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar